Tanggal | Acara Kegiatan |
---|---|
Jadwal 2013 | |
06 April - 15 April | Pendaftaran Calon Anggota DPR-RI, DPD-RI, dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota |
16 April – 30 Juni | Verifikasi Pencalonan Anggota DPR-RI, DPD-RI, dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota |
27 Juli | Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD-RI |
04 Agustus | Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi, dan Kabupaten/Kota. |
Jadwal 2014 | |
2 Maret | Laporan awal dana kampanye |
11 Januari – 05 April | Pelaksanaan Kampanye |
06 April - 08 April | Masa Tenang |
09 April | Pemungutan dan Penghitungan Suara (Pemilu Legislatif) |
24 April | Batas akhir laporan penerimaan/pengeluaran dana kampanye |
25 April – 25 Mei | Audit Dana Kampanye |
26 April – 06 Mei | Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilu Tingkat Nasional |
07 Mei - 09 Mei | Penetepan Hasil Pemilu Secara Nasional |
07 Mei - 09 Mei | Penetapan Partai Politik Memenuhi Ambang Batas (PT 3%) |
11 Mei - 18 Mei | Penetapan Perolehan Kursi dan Calon Terpilih Tingkat Nasional s/d Kabupaten/Kota |
Juni - September | Peresmian Keanggotaan DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota |
09 Juli | Pemungutan dan Perhitungan Suara Pilpres (Pemilu Presiden) |
Juli - Oktober | Pengucapan Sumpah dan Janji Anggota Terpilih DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota |
Kamis, 20 Maret 2014
Jadwal Pemilihan Umum 2014
Survei KPK: Mayoritas Masyarakat Anggap Politik Uang Hal Lumrah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
melakukan survei persepsi masyarakat terkait pemilu pada 2013, salah
satunya mengenai politik uang. Hasil survei menunjukkan sebagian besar
masih menganggap politik uang sebagai hal yang lumrah.
"Hasil survei KPK menunjukkan 71,72 persen publik menganggap politik uang itu lazim," ujar Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Jakarta, Rabu (19/3).
Dari hasil survei terlihat persepsi masyarakat di 10 kota besar di Indonesia terkait politik uang. Misalnya di Medan, 88 persen publik menilai politik uang sebagai hal lazim. Persentase lebih dari 80 persen juga ada di beberapa kota besar lain.
Seperti di Jakarta (84,89 persen) dan Ambon (86,67). Kemudian di Palembang (70,10), Bandung (66,87), Surabaya (77,02), Denpasar (55,25), Mataram (44,29), Makassar (64) dan Samarinda (29,23).
Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan pernah melihat bagaimana pandangan masyarakat terhadap politik uang. Saat mengunjungi suatu daerah saat pemilukada, ia melihat dua poster besar.
Pertama bertuliskan 'Siap Menerima Serangan Fajar'. Kemudian 'Terima Uangnya Jangan Pilih Orangnya'. "Ini sudah mulai orang meledek-ledek bangsa ini dengan cara-cara seperti itu," kata dia.
Menurut Gamawan adanya persepsi politik uang sebagai hal lumrah memang menjadi masalah. Namun semua pihak tidak boleh pesimis. Karena masih ada proses yang dapat ditempuh untuk melakukan perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu. "Ini proses yang harus terus berjalan. Harus kita sempurnakan dari waktu ke waktu," ujar dia.
Pandu mengatakan, masyarakat sudah lebih pintar terkait politik yang tersebut. Karenanya, ada potensi para caleg untuk menggunakan jalan lain. Yaitu, menggunakan penyelenggara negara. Untuk mencegahnya, KPK sudah mengingatkan mengenai potensi gratifikasi.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, hasil penelitian juga menunjukkan fenomena terkait pemilu. yaitu, ada indikasi penggunaan dana hibah yang jauh lebih meningkat ketimbang bantuan sosial.
Setelah diselidiki, katanya, ternyata dana itu mengalir antara lain ke lembaga yang berafiliasi dengan kepala daerah. "Ini juga harus diperhatikan," kata dia.
Bambang juga mengatakan, sejak pertengahan tahun lalu terjadi peningkatan pemberian izin terkait sumber daya alam. Namun, ada ketidakjelasan indikator dalam memberikan izin tersebut.
"Begitu dicek apa indikatornya memberikan satu dari lima itu, tidak ada. Artinya terjadi eksploitasi sumber daya alam dalam konteks pemberian izin," kata dia.
Bambang juga mengatakan, terjadi putaran uang yang tinggi dalam 3-6 bulan terakhir. Namun putaran uang ini justru terindikasi tidak mendukung pemilu yang berintegritas.
Ia mengatakan, KPK mewaspadai perputaran uang itu mengalir ke caleg. Karenanya, KPK melakukan pengawasan dalam hal gratifikasi lantaran ada potensinya pada para caleg incumbent. "Kami tingkatkan kontrolnya. Kami surati calon incumbent," ujar dia.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/03/19/n2otrq-survei-kpk-mayoritas-masyarakat-anggap-politik-uang-hal-lumrah
"Hasil survei KPK menunjukkan 71,72 persen publik menganggap politik uang itu lazim," ujar Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Jakarta, Rabu (19/3).
Dari hasil survei terlihat persepsi masyarakat di 10 kota besar di Indonesia terkait politik uang. Misalnya di Medan, 88 persen publik menilai politik uang sebagai hal lazim. Persentase lebih dari 80 persen juga ada di beberapa kota besar lain.
Seperti di Jakarta (84,89 persen) dan Ambon (86,67). Kemudian di Palembang (70,10), Bandung (66,87), Surabaya (77,02), Denpasar (55,25), Mataram (44,29), Makassar (64) dan Samarinda (29,23).
Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan pernah melihat bagaimana pandangan masyarakat terhadap politik uang. Saat mengunjungi suatu daerah saat pemilukada, ia melihat dua poster besar.
Pertama bertuliskan 'Siap Menerima Serangan Fajar'. Kemudian 'Terima Uangnya Jangan Pilih Orangnya'. "Ini sudah mulai orang meledek-ledek bangsa ini dengan cara-cara seperti itu," kata dia.
Menurut Gamawan adanya persepsi politik uang sebagai hal lumrah memang menjadi masalah. Namun semua pihak tidak boleh pesimis. Karena masih ada proses yang dapat ditempuh untuk melakukan perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu. "Ini proses yang harus terus berjalan. Harus kita sempurnakan dari waktu ke waktu," ujar dia.
Pandu mengatakan, masyarakat sudah lebih pintar terkait politik yang tersebut. Karenanya, ada potensi para caleg untuk menggunakan jalan lain. Yaitu, menggunakan penyelenggara negara. Untuk mencegahnya, KPK sudah mengingatkan mengenai potensi gratifikasi.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, hasil penelitian juga menunjukkan fenomena terkait pemilu. yaitu, ada indikasi penggunaan dana hibah yang jauh lebih meningkat ketimbang bantuan sosial.
Setelah diselidiki, katanya, ternyata dana itu mengalir antara lain ke lembaga yang berafiliasi dengan kepala daerah. "Ini juga harus diperhatikan," kata dia.
Bambang juga mengatakan, sejak pertengahan tahun lalu terjadi peningkatan pemberian izin terkait sumber daya alam. Namun, ada ketidakjelasan indikator dalam memberikan izin tersebut.
"Begitu dicek apa indikatornya memberikan satu dari lima itu, tidak ada. Artinya terjadi eksploitasi sumber daya alam dalam konteks pemberian izin," kata dia.
Bambang juga mengatakan, terjadi putaran uang yang tinggi dalam 3-6 bulan terakhir. Namun putaran uang ini justru terindikasi tidak mendukung pemilu yang berintegritas.
Ia mengatakan, KPK mewaspadai perputaran uang itu mengalir ke caleg. Karenanya, KPK melakukan pengawasan dalam hal gratifikasi lantaran ada potensinya pada para caleg incumbent. "Kami tingkatkan kontrolnya. Kami surati calon incumbent," ujar dia.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/03/19/n2otrq-survei-kpk-mayoritas-masyarakat-anggap-politik-uang-hal-lumrah
Senin, 17 Maret 2014
FITRA DAN BAWASLU NTB SIAP KERJASAMA AWASI POLITIK UANG
FITRA NTB dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTB siap bekerja sama mengawasi praktek politik uang yang dilakukan oleh peserta pemilu maupun tim suksesnya. Hal tersebut menjadi poin penting pertemuan antara FITRA dan Bawaslu, kemarin sore (17/3) di Kantor Bawaslu Provinsi NTB.
Dalam pertemuan silaturrahmi dan koordinasi tersebut, FITRA NTB diterima langsung oleh salah satu jajaran komisioner Syamsudin. Syamsudin mengungkapkan, berterimakasih atas upaya aktif masyarakat untuk terlibat mengawasi pelanggaran pemilu, khususnya terkait dengan praktek korupsi pemilu.
Pria kelahiran Dompu ini menjamin pihaknya akan memproses semua laporan dari masyarakat. "Tapi pastikan bahwa laporan tersebut cukup bukti," ujarnya. Terkait kasus dugaan pelanggaran pemilu oleh caleg DPR RI dari PKB, yang juga Menteri PDT Helmy Faishal Zaini dan kasus pertemuan jajaran Kemenag NTB bersama politisi PPP, Bawaslu sudah melakukan verifikasi dan memanggil langsung keduanya. "Itu sudah kami tindak," tegasnya.
Pada hari yang sama, FITRA juga bertemu dengan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Mataram. Pertemuan ini langsung dipimpin oleh Ketua Panwaslu Kota Mataram, Srino Mahyarudin. Srino menjelaskan, sebenarnya pihaknya menginginkankan ada tim pengawas hingga tingkat TPS. Tapi itu tidak bisa terlaksana karena alasan kekurangan anggaran. "Dengan adanya masyarakat yang juga ikut ambil bagian secara aktif mengawasi, seperti FITRA dan jaringannya di bawah, kerja-kerja pengawasan kami lebih dimudahkan," katanya.
FITRA NTB dan jaringannya di NTB pada Pileg dan Pilpres 2014 ini akan terus memantau korupsi pemilu yang dilakukan oleh peserta pemilu dan tim suksesnya. Untuk memudahkan kerja pemantauan ini, FITRA NTB telah membentuk posko pemantauan di 4 kabupaten/kota, yaitu di Mataram, Lombok Tengah, Sumbawa, dan Bima.
Minggu, 16 Maret 2014
KAMPANYE PUBLIK TOLAK POLITIK UANG
Jaringan Pemantau Politik Uang NTB melakukan kampanye tolak
politik uang, kemarin (16/03), di Arena Car
Free Day Taman Udayana Mataram, bersamaan dengan hari pertama dimulainya
kampanye terbuka peserta Pemilu 2014.
Kampanye publik ini diikuti sekitar empat puluhan
orang. Mereka berjalan beriringan dari komplek Islamic Center menuju
Taman Udayana dengan mengenakan baju bertuliskan “TOLAK POLITIK UANG, Ente
ngasi ana lapor, hep”.
Di tengah-tengah warga yang memadati jalan Udayana,
peserta kampanye publik ini menggelar kain putih untuk mengumpulkan tanda
tangan pada warga sebagai bentuk dukungan warga terhadap pemilu bersih tanpa
politik uang. Selain itu juga, peserta membagikan brosur, stiker, dan meminta
warga untuk menuliskan harapannya pada Pemilu 2014.
Warga terlihat antusias dengan kegiatan kampanye ini. Warga
bergiliran membubuhkan tanda tangan. “Saya tanda tangan yang pertama, maeh”
kata seorang warga dengan semangat. Umumnya
warga mengharapkan Pemilu 2014 ini terlaksana dengan jujur, adil dan berintegritas.
Koordinator Lapangan Kampanye Tolak Politik Uang, Syaifuddin
Maliagung mengatakan ini adalah upaya kami untuk mengajak warga menolak adanya
politik uang pada Pemilu 2014 ini. Menurutnya, “Kampanye tolak politik uang ini
harus sering digalakkan, karena politik uang sudah sedemikian kuat mengakar
dalam sistem politik di Indonesia, tidak terkecuali NTB.” Karena itu Syaifuddin
mengharapkan peran serta aktif masyarakat untuk menyuarakan tolak politik uang
dan segera melaporkan jika terjadi praktek tersebut. (idi)
Jumat, 14 Maret 2014
KERJA KERAS MENYELAMATKAN PEMILU 9 APRIL 2014 DENGAN CARA CERDAS, ANTI KORUPSI bukan ANTRI KORUPSI
"Boleh saja
partai ribuan jumlahnya, tapi yang menang yang punya uang saja”. Demikianlah
kira-kira penggalan lagu Iwan fals yang berjudul “Politik Uang”.
Fenomena Politik
uang dewasa ini sudah mulai menjangkiti masyarakat pemilih kita. Apalagi hal
ini terkesan “dilegalkan” oleh para kontestan (peserta pemilu), meskipun
sebenarnya di dalam Undang-undang sudah terang dan tegas menyebutkan “Barang
siapa pada waktu diselenggarakannya Pemilihan Umum menurut Undang-Undang ini
dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak
menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan
cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun.
Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian
atau janji berbuat sesuatu”. (Bunyi Pasal 73 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 1999).
Kamis, 13 Maret 2014
PANDUAN PEMANTAUAN KORUPSI PEMILU
Untuk download klik alamat berikut: www.slideshare.net/antipolitikuang/panduan-pemantauan-korupsi-pemilu
KAJIAN TENTANG PELAPORAN AWAL DANA KAMPANYE PARTAI POLITIK PEMILU 2014
A. LATAR
BELAKANG
Sebagai zoon politicon manusia
senantiasa membutuhkan ruang untuk berkumpul dan berserikat disebabkan tidak
semua memiliki pemikiran dan kepentingan yang sama. Antara satu orang tentu
memiliki keinginan yang berbeda dengan yang lainnya. Begitu pula dengan manusia
Indonesia. Untuk itu mereka melakukan konsensus untuk menemukan bentuk yang
ideal dalam memperjuangkan kepentingan mereka. Hasrat untuk pemenuhan
kepentiangan kemudian menemukan bentuk dalam sistem ketatanegaraan.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, segala kepentingan politik
masyarakat kemudian diwadahi dalam sistem kepartaian. Partai politik menjadi
satu-satunya lembaga sah yang memiliki kewenangan untuk memdudukkan seseorang
dalam sebuah lembaga perwakiran rakyat yang dibayangkan sebagai lembaga yang
memperjuangkan kepentingan mereka berdasarkan kelompok kepentingan. Untuk itu
kemudian diaturlah mekanisme yang harus dipatuhi oleh partai politik dalam
upaya mendudukkan perwakilannya di Dewan Perwakilan Rakyat yaitu melalui
pemilihan umum.
Untuk menjamin tertibnya pemilihan umum selanjutnya diatur ketentuan
mengenai pemilihan umum dan pembiayaan partai politik dalam berkampanye. Namun
apakah partai politik sudah patuh terhadap peraturan yang ada menjadi
pertanyaan yang harus dijawab karena sejatinya yang diharapkan dari perhelatan
pemilihan umum ini terciptanya pemilu yang fair play dan adanya akuntabilitas
dan transparansi dalam tubuh partai. Kecuali itu pertanyaan yang tidak kalah
penting untuk dijawab adalah bagaimana kecendrungan sumber pendanaan kampanye
pemilu. Karena itu, pokja pemantau dana kampanye pemilu mengkaji tentang
pelaporan dana awal kampanye partai politik pemilu 2014.
FITRA NTB DAN JARINGAN SIAP PANTAU POLITIK UANG
FITRA NTB melaksanakan Training Pemantauan politik uang di Aula
Wisma Seruni, Mataram, Rabu (5/3). Kegiatan tersebut diikuti oleh peserta
sebanyak 15 orang yang berasal dari empat daerah pemantauan. Training tersebut difasilitasi oleh Donal Faris,
Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW).
Donal yang ditemui usai acara menjelaskan bahwa kegiatan pemantauan ini merupakan salah satu bagian dari upaya masyarakat sipil untuk mendorong pemilu yang bersih dan berintegritas.
Hal senada disampaikan oleh Ramli, Koordinator Daerah Pemantauan Politik Uang wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), pemantauan ini adalah bagian dari repleksi atas upaya-paya pencegahan korupsi yang semakin massif. "Sehingga kami kira penting untuk melakukan pemantauan korupsi pemilu yang merupakan lahan subur tumbuh kembangnya benih korupsi yang menyengsarakan rakyat." kata Ramli yang juga Koordinator Divisi Riset dan Advokasi FITRA NTB.
Potensi praktik
politik uang sangat besar pada semua tahapan pemilu baik yang dilakukan oleh kandidat peserta pemilu dan tim suksesnya. "Untuk itu kami mengajak warga untuk bersama-sama mengawasi praktik politik uang dan melaporkan pelakunya ke lembaga pengawas pemilu" ajak Donal.
Untuk memudahkan pemantauaan ini, Fitra membuka posko di
empat daerah, yaitu di Mataram, Lombok Tengah, Sumbawa, dan Bima.(Idi)
Rabu, 12 Maret 2014
Selasa, 11 Maret 2014
SELURUH PESERTA PEMILU SERAHKAN LAPORAN AWAL DANA KAMPANYE
Penyerahan laporan awal dana kampnye yang batas waktunya paling lambat tanggal 2 Maret 2014 pukul 18.00 WITA sempat membuat Komisioner dan Pegawai Sekretariat KPU Provinsi berdebar-debar. Sampai dengan pukul 16.00 Wita masih terdapat beberapa partai politik dan calon DPD yang belum muncul di Kantor KPU NTB JL. Langko No.17 Mataram. Padahal KPU Provinsi NTB telah menyiapkan ruang pelayanan beserta pegawai Sekretariat jauh hari sebelumnya untuk memberi kenyamanan kepada pimpinan partai politik dan calon DPD.
Namun demikian, akhirnya begitu mendekati batas waktu selesai pimpinan partai politik atau operator laporan awal dana kampanye yang mereka tunjuk mendatangi Kantor KPU Provinsi NTB, demikian halnya dengan calon DPD. Mereka menyerahkan seluruh kompoen pelaporan yang diperlukan.
Senin, 10 Maret 2014
MENDORONG PEMILU YANG BERINTEGRITAS
Pemilu
dan Integritas Demokrasi
Pemilu
dalam bingkai demokrasi merupakan
mekanisme transisi dan sirkulasi elit kekuasaan. Oleh kerena itu, maka menjadi
penting proses pemilu yang dibangun
harus dilandasi prisnip-prinsip dan nilai demokrasi. Pentingya
membangun proses pemilu dengan mengedepankan nilai-nilai fairness dalam kontestasi pemilu menjadi menjadi prasyarat mutlak
untuk melahirkan pemilu berintegritas. Hadirnya pemilu yang berintegritas
setidaknya memberikan ekspektasi untuk lahirnya pemerintahan yang bersih.
Melihat
sejarah pemilu Indonesia pasca rezim reformasi, setidaknya KPU telah melaksankan 3 (tiga) kali
pelaksanaan pemilu, pemilu tahun 1999, pemilu tahun 2004 dan terakhir pemilu
tahun 2009. Dan jika mengacu pada sejarah pemilu, setidaknya Indonesia
telah melaksanakan setidaknya 10
(sepuluh) kali pelaksanaan pemilu. Berangkat dari dari proses pemilu yang telah
dilakukan yang ada ada tentunya ada banyak catatan atas proses pemilu yang
berlangsung. Salah satu persoalan
mendasar adalah menyangkut rendahnya integritas pemilu.
Problem
rendahnya integritas pemilu setidaknya disebab oleh beberapa
faktor yang menjadi pemicu, diantaranya, aspek peserta (kontestan)
pemilu yang turut andil menurunkan derjat integritas dengan melakukan segara
cara sebagai upaya pemenangan. Hal ini terlihat bagaimana proses kontestasi
yang dibangun tidak di dasari oleh prinsip-prinsip pemilu yang fair (jujur, demokratis dan adil).
Maraknya praktek politik uang sebagai upaya untuk membangun keterpilihan, serta
digunakannya sumber-sumber dana haram sebagai dana kampanye untuk pemenangan,
secara nyata telah menciderai aspek fairness dalam kontestasi pemilu.
Langganan:
Postingan (Atom)