Pemilu
dalam bingkai demokrasi merupakan
mekanisme transisi dan sirkulasi elit kekuasaan. Oleh kerena itu, maka menjadi
penting proses pemilu yang dibangun
harus dilandasi prisnip-prinsip dan nilai demokrasi. Pentingya
membangun proses pemilu dengan mengedepankan nilai-nilai fairness dalam kontestasi pemilu menjadi menjadi prasyarat mutlak
untuk melahirkan pemilu berintegritas. Hadirnya pemilu yang berintegritas
setidaknya memberikan ekspektasi untuk lahirnya pemerintahan yang bersih.
Melihat
sejarah pemilu Indonesia pasca rezim reformasi, setidaknya KPU telah melaksankan 3 (tiga) kali
pelaksanaan pemilu, pemilu tahun 1999, pemilu tahun 2004 dan terakhir pemilu
tahun 2009. Dan jika mengacu pada sejarah pemilu, setidaknya Indonesia
telah melaksanakan setidaknya 10
(sepuluh) kali pelaksanaan pemilu. Berangkat dari dari proses pemilu yang telah
dilakukan yang ada ada tentunya ada banyak catatan atas proses pemilu yang
berlangsung. Salah satu persoalan
mendasar adalah menyangkut rendahnya integritas pemilu.
Problem
rendahnya integritas pemilu setidaknya disebab oleh beberapa
faktor yang menjadi pemicu, diantaranya, aspek peserta (kontestan)
pemilu yang turut andil menurunkan derjat integritas dengan melakukan segara
cara sebagai upaya pemenangan. Hal ini terlihat bagaimana proses kontestasi
yang dibangun tidak di dasari oleh prinsip-prinsip pemilu yang fair (jujur, demokratis dan adil).
Maraknya praktek politik uang sebagai upaya untuk membangun keterpilihan, serta
digunakannya sumber-sumber dana haram sebagai dana kampanye untuk pemenangan,
secara nyata telah menciderai aspek fairness dalam kontestasi pemilu.
Jika
menilik proses pemilu Indonesia pasca reformasi, pemilu tahun 2014 merupakan
pemilu yang keempat. Idealnya proses pemilu terbangun baik secara kualitas
maupun dari aspek integritas dalam pelaksanaannya. Namun melihat beberapa
fakta, pelaksanaan pemilu masih
menyisakan banyak persoalan, diantaranya menyangkut persoalan adminstratif
pemilu, misalnya carut-marutnya daftar pemilih tetap yang tidak terselesaikan
secara tuntas. Pada sisi yang lain aspek integritas pemilu tercoreng dengan
maraknya praktek politik transaksional dalam proses pemenanan pemilu. Praktek
poltik uang dalam membangun keterpilihan, serta dan masuknya dana-dana yang
dilarang sebagai modal politik, mencirikan rendahnya integritas pemilu.
Dalam pemilu para kandidat dan partai politik bersaing
untuk mendapatkan simpati pemilih. Persaingan ini, idealnya kemudian menjadi
penentu dan berpengaruh terhadap pilihan kebijakan pemerintah, karena kandidat
dan partai akan menerapkan pilihan kebijakan yang sesuai dengan platform yang
mereka bangun.
Korupsi
politik adalah penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh pemimpin politik
untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya untuk melanggengkan kekuasaan atau
peningkatan kesejahteraan (Hodess, 2004: 11).
Dalam suasana persaingan tidak sehat, Politisi secara alamiah berusaha
untuk mempertahankan dan memperbesar kekuasaan dan otoritasnya (Niskanen,
1973). Hal itu menyebabkan politisi menempuh segala cara termasuk membangun
hubungan erat dengan sektor bisnis. Kekuasaan dan otoritas politik digunakan
untuk memberikan peluang dan meningkatkan posisi bisnis, sementara keuntungan
yang diperoleh dari bisnis tersebut dipergunakan untuk memperluas pengaruh
dalam politik. Hubungan erat antara politik dan bisnis ini menghasilkan
kelompok yang disebut politico-business[1].
Korupsi Pemilu
Transaksi politik dalam
konteks memelihara hubungan patronase politik-bisnis ini biasanya terjadi pada
pelaksanaan pemilu, atau sering disebut sebagai Korupsi Pemilu (electoral
corruption). Hubungan dukung-mendukung di dalam pemilu ini juga berlanjut
setelah pemilu, yaitu ketika kekuasaan yang didapatkan diimplemetasikan dalam
bentuk kebijakan publik. Kekuatan-kekuatan elit yang ada di dalam partai
politik dan kekuatan penekan dari luar atau interest group[2] yang menjadi patronnya juga mendapat bagian dari kebijakan yang dibuat
(Robison dan Hadiz, 2004: 232). Oleh karenanya, memahami dan menyikapi
terjadinya korupsi pemilu (electoral corruption) merupakan hal yang
harus dilakukan, karena korupsi pemilu tidak hanya mempengaruhi kualitas Pemilu
akan tetapi juga kebijakan politik di masa depan.
Pemantauan Pemilu
Elections
are a celebration of fundamental human rights and, more specifically, civil and
political rights, and election observation therefore contributes to the overall
promotion and protection of thse rights[3]
Sebagai sebuah ekspresi dari
perayaan pelaksanaan hak asasi, terutama hal sipil dan politik, maka pemilu
harus dapat dijaga kredibilitasnya oleh masyarakat sipil. Masyarakat sipil
harus mau mengorganisir diri untuk menjaga agar hak-hak dasarnya tetap dijamin
oleh Negara yang terejawantah dalam sistem Pemilu, penyelenggaraan pemilu dan
proses pelaksanaan prosedur pemilu tersebut. Karena sifat dasar dari Pemilu itu
sendiri adalah sebagai ajang kompetisi politik, maka harus diupayakan agar
Pemilih yang notabene adalah masyarakat sipil memiliki pilihan-pilihan rasional
atas entitas politik yang ada, baik itu Partai Politik maupun kandidat.
Pemantauan pemilu harus
menjaga agar kondisi atau lingkungan yang terbentuk akibat persaingan politik
menjelang, ketika dan pada saat pemilu tetap menjamin adanya kebebasan
berpendapat, kebebasan media, kebebasan berkelompok, penegakan hukum, bebas
diskriminasi dan intimidasi dan kesamaan hak bagi semua warga Negara, termasuk
ruang luas yang terbuka bagi munculnya entitas politik baru seperti kandidat
alternative, partai politik baru dan jaminan ruang persaingan yang sama antar
berbagai kekuatan politik baru yang terbentuk.
Pada titik
keharusan di mana entitas politik baru dan lama atau yang miskin dan yang kaya
harus sama dijaga oleh sistem pemilu, maka pemantauan Dana Kampanye menjadi
relevan. Hal ini karena pemantauan dana kampanye memiliki substansi dasar untuk
selalu ingin meletakan entitas politik memiliki ruang yang lebih leluasa,
mandiri terutama secara keuangan dan ruang persaingan yang sama dan setara
sesuai dengan sistem pemilu jurdil (free and fair election). Demikian
juga di sisi pemilih. Relevansi pemantauan dana politik dan politik uang adalah
untuk menjaga agar pilihan-pilihan politik didasarkan pada sebuah pilihan
rasional bukan karena tekanan uang.
Pemantauan Korupsi Pemilu
Terkait dengan mulai maraknya indikasi terjadinya
korupsi pemilu di Indonesia dan sebagai upaya membangun integritas pemilu 2014,
maka Indonesia Corruption Watch akan melaksanakan pemantauan korupsi Pemilu,
yang terdiri dari 3 fokus utama, yaitu; Manipulasi
Pendanaan Kampanye, Politik Uang dan Penyalahgunaan Fasilitas Publik/Fasilitas
Jabatan. (Tim ICW)
[1] Yoshihara Kunio (1990) memaparkan dengan
jelas dalam bukunya “ersatz capitalism”. Fenomena ini terjadi di banyak negara Asia Tenggara,
khususnya Indonesia. Para kroni menikmati proteksi dan kemudahan dari pemerintah dan sebagai
imbal balik memberikan upeti. Hubungan tersebut dideskripsikan sebagai bentuk
kolaborasi patron-klien (politico-business) dalam sistem kapitalisme
negara.
[2] Interest group atau kelompok kepentingan yang
dimaksud disini adalah kelompok kepentingan yang motivasinya hanya berupaya
untuk memperoleh keuntungan bagi kelompoknya saja (self-oriented
interest group).
[3] Election Observation HandBook, Fifth Edition, OSCHE/ODIHR, 2007,
page 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar